ldhena

༻✿༺

  • 🏡
  • Berkata
    • Curhat
    • Esai
  • Berniaga
  • Berkreasi
    • Masak-Masak
    • Karya

CATEGORY >



Baru saja menyelesaikan satu film original Netflix berjudul A Normal Woman. Film bergenre drama dan psychological thriller ini dibintangi Marissa Anita, Dion Wiyoko, Gisella Anastasia, sampai aktris senior, Widyawati. Singkatnya, film ini berkisah tentang Mila (Marissa Anita) sebagai sosok perempuan yang hidup dalam standar istri dan ibu yang sempurna. 

Konflik ceritanya pun bermacam-macam, ada dari ibu kandung yang materialistis, ibu mertua yang perfeksionis (keduanya sama-sama toxic), punya suami juga anak mami, anak yang rebel karena menjadi korban bullying, hingga pada puncaknya ketika Mila harus bertarung mengatasi trauma masa lalu yang membuat dirinya berperilaku abnormal. Asumsi saya, tokoh Mila ini dibuat mengalami psikosomatis, akibat stress berlebih timbul reaksi fisik yang ekstrim pada diri Mila. Jadi memang gak ada hantu ataupun magic di film ini.

Ide cerita dari film ini mengangkat mental health issue, patriarchy in society, racial issue, dan bahkan bagaimana lingkungan yang toxic lama-lama bisa membunuh. Namun, yang bikin jelek, menurut saya, alur cerita yang cenderung loncat-loncat. Beberapa konfliknya juga terkesan maksa dan diada-adain. Trauma di masa lalu Mila (dalam versi anak-anak) yang menjadi background story juga gak begitu matang untuk diangkat. 

Bagi kalian yang sudah menonton sampai di pertengahan cerita dan mengira bahwa Mila ada affair dengan sosok tukang kebun di rumahnya, berarti saya gak sendiri - yakin pasti ada yang mikir begini. Gak paham juga kenapa harus si tukang kebun itu karakternya kaya begitu, bikin curiga aja😆

Saya pribadi tidak membuat review khusus film A Normal Woman ini karena jujur jalan cerita yang cukup hmmm (sorry, Mommy Marissa Anita, in this movie your performance is top notch but not for the whole story😂). Hampir 2 jam menonton film ini, agak kecewa karena saya rasa konfliknya seharusnya bisa lebih seru dari ini. Overall cuma bisa kasih 5/10. Tapi saya tetap akan mengambil beberapa insight yang memang cukup menarik. Meski begitu, tetap spoiler alert ya. Jadi, bookmark dulu saja kalau kalian masih mau nonton filmnya, nanti balik lagi hehe.

Body - Mind - Soul is Matter
Salah satu ide cerita yang saya cukup sukai di film ini adalah mengangkat bagaimana stigma masyarakat terhadap orang-orang dengan mental health issue itu sama dengan orang yang kurang iman, a.k.a jauh dari Tuhan. Ada adegan dimana Mila ini didoakan oleh pendeta (seperti exorcist) untuk dijauhkan dari kejahatan iblis, kalau di Islam mungkin semacam ruqyah. Mengingat apa yang terjadi juga dengan almarhumah kakak saya dulu, Mba Iya, yang wafat karena gerd anxiety. Percayalah, gak elok kalau kita langsung men-judge orang dengan masalah mental itu semata-mata karena kurang ibadah. 

Sedikit flashback, Mba Iya dulu meninggal dulu di tahun 2021, masih zamannya Covid. Punya gerd, ditambah kondisi pandemi yang serba bikin parno, rasanya jadi kombo maut yang mudah mentrigger asam lambung naik. Sama seperti yang dialami Mila, tekanan yang dialaminya menimbulkan reaksi di tubuhnya. Jadi, jika ada dari kalian mengalami hal serupa, melakukan pengobatan secara medis (professional help) dan non medis (berkaitan dengan spiritualitas) menurut saya sangat perlu dilakukan sebagai bentuk ikhtiar penyembuhan. Sebab tubuh, pikiran dan jiwa adalah satu kesatuan yang holistik (selaras dan senantiasa waras).

Tirah, Sebuah Upaya Pemulihan Jiwa
Lalu bagaimana akhir dari film A Normal Woman ini? Karakter utama kabur dan happy ending😁. Ya begitu ending ceritanya. Meski terkesan "lah udah gitu doang si Milanya kabur ke desa?". Namun, jalan yang ditempuh Mila ini bisa dibilang sebagai bentuk intervensi dalam mengatasi masalah hidupnya. 

Yap, tokoh Mila ini pergi dari "kehidupannya" atau bisa disebut tirah. Tirah dalam bahasa Jawa sendiri artinya istirahat atau pergi sejenak ke tempat lain untuk memulihkan diri. Kalau dikaitkan dengan hal spiritual mungkin bisa dibilang menjauh dari kehidupan yang biasa dijalani sehari-hari untuk menenangkan diri (bisa dibilang juga buang sial). 

Kalau tidak mau mengaitkan dengan hal mistis, gunakan perspektif logika. Pergi ke tempat baru, healing, or anything you name it, menurut saya itu bisa menjadi salah satu alternatif untuk membuat jiwa tetap waras. Bayangkan, bertahun-tahun hidup di tempat yang sama, dengan rutinitas yang sama, berulang, setiap harinya, apa gak mumet?. Kalau merasa "ada yang gak normal deh selama hidup di tempat ini", sebetulnya bukan diri kita yang sepenuhnya salah, tapi bisa jadi lingkungan yang memicu masalah di dalamnya. 


Jadi, apa sudah waktunya saya untuk tirah juga?😁

-jurnaldhena
Share on:
Dalam rangka malas jajan-jajan di luar untuk menu berbuka, kali ini saya coba recook resep bubur sumsum yang dulu suka dibuat oleh Almh. Mama. Beberapa kali beli bubur sumsum sebagai tajil berbuka puasa, tapi selalu kurang puas dengan tekstur dan rasanya. 
Namun, yang saya paling ingat dalam membuat bubur ini adalah butuh effort lebih dalam mengaduknya, supaya bubur menjadi kental merata dan tidak gosong. 

Dengan bahan-bahan yang sangat mudah ditemui di pasaran, langsung saja, berikut resep simpelnya (untuk 4-5 porsi).

Bahan-bahan bubur sumsum:
300 ml air
100 gr tepung beras
Secukupnya garam
400 ml santan (sudah berupa campuran 1 pcs santan kara instan dengan air atau full air santan kelapa asli is good) 
1 sdt essence pandan/selembar daun pandan

Resep air gula merah:
100 gr gula merah atau 3 pcs gula merah bulat
150 ml air
Secukupnya garam (ini sejumput saja sudah oke, hanya untuk memberi rasa gurih)
1 sdt essence pandan/selembar daun pandan

Cara membuat bubur sumsum:
  • Saring terlebih dulu tepung beras dengan saringan untuk menghilangkan kotoran dan mendapatkan tekstur tepung yang lembut.
  • Masukkan air ke dalam panci dan campurkan tepung beras. 
  • Tambahkan sedikit demi sedikit air santan, garam dan pandan.
  • Masak hingga mengental dan tidak ada tepung yang menggumpal. 
  • Aduk terus dengan api kecil maupun sedang hingga bubur menjadi lembut. Sebaiknya, jangan mengaduk bubur sampai ke dasar pinggiran panci, karena biasanya akan ada bagian bubur yang sudah mengerak dan rasanya pahit.
Tips!
Masak buburnya dulu biar fokus, jangan disambi masak air gula, biasanya lupa diaduk buburnya dan jadi gosong😁

Next, cara membuat air gula merah:
  • Masukkan air ke dalam panci, campurkan gula merah, pandan dan masak dengan api sedang, lalu aduk hingga merata.
  • Apabila sudah mendidih angkat dan saring air gula untuk menghilangkan ampas.
  • Sajikan bubur dengan dicampur air gula ketika ingin langsung disantap. 
Jika bubur dan air gula sudah tidak terlalu panas bisa masukkan ke dalam kulkas agar lebih awet. Buat saya pribadi, bubur sumsum pun akan lebih enak jika dimakan ketika dingin. So, let's recook this recipe and enjoy!



Share on:

Beberapa kali menonton karya Yandy Laurens, rasanya gak pernah mengecewakan. Mulai dari web series Sore, film Keluarga Cemara sampai Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Setiap karya yang disutradarainya membuat penonton tidak perlu berpikir terlalu berat. Ditambah lagi, saya belum pernah menemukan hal-hal yang cringe di setiap karya beliau, jadi semua terasa begitu pas. Ya, mungkin karena saya pecinta film/series yang ringan-ringan juga, jadi setiap karya Yandy Laurens selalu menyenangkan untuk ditonton sampai akhir.

In Yandy Laurens we trust!

Tahun ini, salah satu film karya Yandy Laurens rilis berjudul Satu Kakak Tujuh Ponakan. Film ini pun ternyata adaptasi dari sebuah sinetron di tahun 90an dengan judul yang sama. Saya belum pernah menonton series aslinya, tapi sudah cukup terbayang film ini akan berkisah tentang seseorang yang repot mengurus banyak keponakan (seperti saya😂). 

Film ini mengisahkan sosok Moko seorang mahasiswa arsitektur yang tinggal bersama keluarga Kakaknya (Agnes dan Atmo) dengan memiliki 4 orang anak. Sejak keponakan-keponakannya lahir, Moko tidak mau dipanggil sebagai "om", namun ia lebih suka jika disebut sebagai "kakak". 

Ketika Moko sudah memasuki tingkat akhir perkuliahannya, kakak iparnya (Atmo) dan tak lama kakak kandungnya (Agnes) meninggal dunia dalam jarak waktu yang berdekatan. Atmo meninggal dunia karena serangan jantung, sementara nyawa Agnes tidak terselamatkan ketika melahirkan anak keempaatnya, Ima. Alhasil, almarhum/almarhumah kakak dan kakak ipar Moko meninggalkan 4 orang anak yang harus diasuhnya (Nina, Woko, Ano, Ima).

Ponakannya cuma ada 4, terus 3 lagi mana? Yap, di sinilah satu per satu konflik mulai timbul. Ketika suatu hari, mantan guru les piano Moko bernama Pak Nanang menitipkan anaknya, Ais, untuk turut diasuh oleh Moko. Kebayang sih capeknya, mengurus 4 anak kecil saja rasanya sudah berat, lalu dapat amanah lagi buat mengasuh anak orang😖

"Pokoknya Ais janji akan jadi anak baik dan gak akan ngerepotin, sama sekali", ucap janji gadis berambut keriting ini kepada Moko. Dan janji itupun benar dipenuhi oleh Ais, karena Ais mampu menjadi anggota keluarga Moko yang menyenangkan, saling menyayangi satu sama lain dan sama sekali gak ngerepotin *peluk Ais*. 

1 kakak 5 ponakan 2 beban

Akan terjawab rasa penasaran "kenapa ada 7 ponakan?, dan yap, masalah yang sesungguhnya justru datang dari kakak kandung (Osa) dan kakak iparnya Moko (Eka). Kehadiran Mas Eka dan Kak Osa justru menjadi "beban" sesungguhnya bagi Moko. Bahkan Mas Eka sudah memvalidasi sendiri "Biasanya orang sungkan akan selalu dipertemukan dengan orang ga tau diri".

..boleh dong saling memperjuangkan?

Part romance memang paling menyenangkan, apalagi kalau couple-nya sama-sama greenflag. Jadi kalau dilihat hidup Moko kayaknya tuh sedih banget, ternyata engga juga, soalnya ada Maurin si support system terbaik yang selalu ada di sisinya. Bahkan di saat Moko berada di titik terendah sekalipun, Maurin masih setia buat nemenin Moko dan berjuang buat hubungan mereka. Ya Allah mau Maurin versi cowok😹

Film ini mendapatkan banyak respon positif di social media, walau memang saya sempat menemukan ada beberapa kritik karena katanya beberapa scene Moko as a anak arsi gak terlalu relevan di dunia arsitektur, apa iya? Bagi orang-orang awam seperti saya mungkin tidak terlalu menganggu, tapi bolehlah kalau ada anak arsi mau kasih komen silakan banget ya!

Sebuah film yang hangat, menyenangkan, gak menye-menye. Pas banget ditonton sama keluarga, teman maupun pasangan kalian. Recommended by jurnaldhena!⭐⭐⭐⭐

Share on:


Sambut tahun baru dengan resolusi-resolusi yang (mungkin) banyak belum tercapai di tahun lalu.
Gak papa. Kita coba lagi dari awal. Sudah bisa bertahan hingga saat ini juga sebuah pencapaian terbaik bukan?😌

-jurnaldhena
Share on:
  • ← Previous post
  • Next Post →
  • Menulis dan berbagi, agar tak tergerus akal imitasi
  • Pembelajar seumur hidup
120x120

ldhena

Author

TULISAN LDHENA

Menulis bersama LDHENA

Terfavorit

  • Review Film : 1 Kakak 7 Ponakan
    Beberapa kali menonton karya Yandy Laurens, rasanya gak pernah mengecewakan. Mulai dari web series Sore, film Keluarga Cemara sampai Jatuh C...
  • Resep Bubur Sumsum Gula Merah
    Dalam rangka malas jajan-jajan di luar untuk menu berbuka, kali ini saya coba recook resep bubur sumsum yang dulu suka dibuat oleh Almh. Mam...
  • Berburu Buku di IIBF - Indonesia International Book Fair 2024
    Killing time  kali ini menyempatkan untuk hadir di acara  Indonesia International Book Fair 2024. Di tahun ini, IIBF diadakan dari tanggal 2...
  • Resep (Pepes) Ayam Kemangi
    Jadi, beberapa waktu lalu saya menonton konten Chef Devina untuk membuat pepes ayam. Karena terlihat sangat lezat, ngidelah saya untuk membu...
  • Recap of Dar Der Dor 2024
    Terima kasih Linda sudah bertahan hingga penghujung akhir 2024. Tahun yang begitu banyak kejutan di dalamnya. Rezeki berupa nikmat sehat dan...

PORTOFOLIO LDHENA

Cek!

Kumpulan Goresan

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  Agustus (1)
      • Tirah, Menjaga Kewarasan dalam Jiwa
    • ►  Maret (1)
      • Resep Bubur Sumsum Gula Merah
    • ►  Februari (1)
      • Review Film : 1 Kakak 7 Ponakan
    • ►  Januari (1)
      • Kembali Menghidupkan Hidup
  • ►  2024 (10)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2022 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2019 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2017 (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2012 (4)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)

BLOGGER PEREMPUAN NETWORK

INDONESIAN BLOGGER COMMUNITY

Statistik

Profile Linkedin Facebook Twitter Tiktok Instagram

ldhena

༻✿༺

Created By SoraTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates Vector by Freepik