Semesta seakan kompak membawa saya pada suatu konsep keilmuan bernama "Law of Assumption". Beberapa waktu lalu, rekan kerja saya, Mba Galuh, sempat sharing terkait hal itu. Karena kebetulan kami berada di suatu event yang sama di wilayah Anyer, ia berbagi tentang bagaimana law of assumption digunakan sebagai mental state dalam kehidupan, baik personal maupun secara profesional. Tidak sampai di situ, FYP Tiktok saya juga secara tiba-tiba ramai dengan kreator yang membahas Law of Assumption ini.
Make a du'a and live like it's already answered
Alih-alih menggunakan "manifesting", dalam law of assumption Neville Goddard, kita akan memaksimalkan penggunaan subsconcious dan conscious mind pada otak bahwa apa yang dipikirkan dan dipercaya oleh kita maka itu bisa menjadi realita. Dalam hukum ini, kita dibawa untuk membangun self belief bahwa kita percaya bahwa hal yang diinginkan itu telah terjadi dan kita telah menerimanya.
Fake it, until you make it.
Tampak memiliki kesamaan untuk sama-sama menjadikan goals tercapai secara realita. Namun dalam merealisasikan mimpi, gunakan tone positif untuk sesuatu yang ingin diraih.
Tidak terlambat bangun solat subuh > Solat subuh tepat waktu
Kurangin gula, junkfood > Perbanyak real food, plain is best
Law of assumption gak ada dalam ajaran Islam. Secara spesifik, betul, memang tidak ada. Tapi kita pasti tidak asing dengan istilah Husnuzan. Saya selalu percaya bahwa ketetapan Allah SWT adalah yang terbaik. Kita sebagai manusia, hanya bisa berikhtiar, memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan dan selalu mengharap ridho-Nya.
*Sebuah tulisan yang cukup spesial karena ditulis bertepatan dengan 30 tahun usia saya^^*
-jurnaldhena


0 comments